Paket Kebijakan Ekonomi XII Resmi Diluncurkan
Pasardana.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam beberapa rapat kabinet terbatas menekankan pentingnya menaikkan peringkat Ease of Doing Business (EODB) atau Kemudahan Berusaha Indonesia hingga ke posisi 40.
Untuk itu harus dilakukan sejumlah perbaikan, bahkan upaya ekstra, baik dari aspek peraturan maupun prosedur perizinan dan biaya, agar peringkat kemudahan berusaha di Indonesia terutama bagi UMKM, semakin meningkat.
Menyikapi hal tersebut, Pemerintah meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi XII, yang diumumkan Presiden Jokowi pada Kamis (28/4/2016) ini, di Istana Kepresidenan Jakarta.
"Ini paket yang besar dan penting dengan cakupan yang luas," kata Menko Perekonomian, Darmin Nasution, di Istana Negara Jakarta, Kamis (28/4/2016).
Dijelaskan, Paket Kebijakan Ekonomi XII yang berisi pemangkasan sejumlah izin, prosedur, waktu dan biaya, ditujukan untuk menaikkan peringkat kemudahan berusaha di Indonesia.
Darmin juga mengakui, pihaknya telah membentuk tim khusus, guna melakukan koordinasi dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan beberapa kementerian dan lembaga terkait.
Asal tahu saja, sebelumnya Bank Dunia menetapkan 10 indikator tingkat kemudahan berusaha. Masing-masing adalah Memulai Usaha (Starting Business), Perizinan terkait Pendirian Bangunan (Dealing with Construction Permit), Pembayaran Pajak (Paying Taxes), Akses Perkreditan (Getting Credit).
Selain itu, Penegakan Kontrak (Enforcing Contract), Penyambungan Listrik (Getting Electricity), Perdagangan Lintas Negara (Trading Across Borders), Penyelesaian Perkara Kepailitan (Resolving Insolvency), dan Perlindungan Terhadap Investor Minoritas (Protecting Minority Investors).
Dari ke-10 indikator itu, total jumlah prosedur yang sebelumnya berjumlah 94 prosedur, dipangkas menjadi 49 prosedur. Begitu pula perizinan yang sebelumnya berjumlah sembilan izin, dipotong menjadi enam izin.
Jika sebelumnya waktu yang dibutuhkan total berjumlah 1.566 hari, kini dipersingkat menjadi 132 hari. Perhitungan total waktu ini belum menghitung jumlah hari dan biaya perkara pada indikator Resolving Insolvency karena belum ada praktik dari peraturan yang baru diterbitkan.
Meski survei Bank Dunia hanya terbatas pada wilayah Provinsi DKI Jakarta dan Kota Surabaya, Pemerintah menginginkan kebijakan ini bisa berlaku secara nasional.

