Pemerintah Raup Rp117 Triliun dari Pungutan Sektor Usaha Migas Sepanjang 2023

Pasardana.id - Pemerintah mencatat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) Kementerian ESDM mencapai Rp117 triliun di sepanjang tahun 2023, atau sekitar 113 persen dari target yang dipatok sebesar Rp103,6 triliun.
Pada tahun 2022, PNBP migas yang disumbang ke negara mencapai Rp148,7 triliun.
"PNBP Migas melebihi target 13% dari target tahun 2023 yang sebesar Rp103 triliun," kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji.
Realisasi pungutan dari sektor migas tersebut terbagi atas PNBP minyak bumi sebesar Rp89,92 triliun, atau mencapai 76 persen dari PNBP yang disetorkan dan sisanya dari PNBP gas bumi senilai Rp27,07 triliun, atau sekitar 24 persen dari PNBP migas.
Terdapat penurunan perolehan pungutan di sektor migas pada 2023 jika dibanding tahun sebelumnya yang mencapai Rp148,7 triliun.
Tutuka menjelaskan, jumlah PNBP migas yang diperoleh akan fluktuatif karena mengikuti harga Indonesia Crude Price (ICP).
"Karena harga ICP rata-rata sepanjang tahun 2022 sebesar USD97,03 per barel, sementara rata-rata harga ICP berada di angka USD78,43 per barel," ujarnya dalam siaran pers, Rabu (17/1/2024).
Namun demikian, lanjut Tutuka, kontribusi PNBP tahun 2023 masih lebih besar apabila dibandingkan dengan PNBP migas tahun 2021, sebanding dengan harga rata-rata ICP tahun 2021 yang berada di bawah rata-rata ICP tahun 2023.
Adapun rata-rata ICP tahun 2021 sebesar USD68,47 per barel dan penerimaan migas non pajak senilai Rp96,62 triliun.
"Tahun 2023 harga ICP-nya memang lebih tinggi dari tahun 2021, demikian juga dengan PNBP-nya juga demikian, Jadi PNBP mengikuti pola dari ICP ini," tuturnya.
Dari pola tersebut, sambung Tutuka, mengindikasikan bahwa pemerintah telah konsisten menjalankan program-program migas, sehingga faktor yang mempengaruhi penerimaan non pajak sektor migas hanya berimbas dari fluktuasi harga ICP.
"Apa yang kita lakukan disini konsisten dengan program, sehingga dampaknya hanya terkena dari ICP saja, walaupun kita tahu declining produksi minyak terus berlangsung, kita bisa tahan untuk tidak terlalu tajam dan produksi gas sebetulnya bisa lebih tinggi kalau off taker-nya sudah tersedia dan infrastrukturnya juga sudah tersedia," pungkasnya.