Realisasi Impor Bawang Putih Per Juni Mencapai 35 Persen, Masih Terkendala Harga

Foto : istimewa

Pasardana.id - Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengungkapkan realisasi impor bawang putih per 13 Juni 2025 mencapai 163.082 ton atau 35,74 persen dari alokasi Persetujuan Impor (PI) yang sebanyak 456.272 ton untuk 73 perusahaan.

Sementara itu, alokasi kebutuhan impor bawang putih pada 2026 sebesar 500.000 ton.

"Kami laporkan realisasinya, jadi sampai dengan saat ini sudah terealisasi sebesar 163.082 ton atau sekitar 35,74 persen dan kami di Kemendag tiap minggu rutin mengadakan rapat untuk memantau realisasi dari importir," ujar Direktur Tertib Niaga Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kemendag, Mario Josko di Jakarta, Senin, (16/6).

Mario dalam Rapat Inflasi bersama Kementerian Dalam Negeri mengatakan, rencana impor bawang putih pada Juni 2025 sebesar 11.398 ton.

Dia bilang, importir pada umumnya menyalurkan secara langsung pasokan bawang putih melalui jaringan distribusi eksisting.

Dirinya pun mengungkapkan, bahwa dalam proses realisasi impor terkendala negosiasi dengan suplier di China untuk mendapatkan kesesuaian harga, di mana harga di tingkat Produsen di China cenderung turun, namun masih di level harga tinggi, sehingga importir cenderung menunda pembelian (wait and see).

Sementara itu, Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyebutkan, dalam realisasi importasi terdapat sejumlah tantangan.

Selain karena harga di negara produsen yang tinggi, proses pendistribusian pun mengalami kendala.

"Distribusi langsung dari pelabuhan menyulitkan pengawasan stok di gudang. Kenaikan harga di pasar domestik menjadi perhatian dan akan ditindaklanjuti oleh Kementerian Dalam Negeri dan Kemendag," kata Deputi Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, Andriko Noto Susanto, seperti dilansir Antara.

Dirinya juga mengatakan, Bapanas akan melakukan peninjauan lapangan bersama kementerian/lembaga terkait dan Satgas Pangan POLRI, serta evaluasi di tingkat Kementerian Koordinator Bidang Pangan terhadap kepatuhan importir, termasuk kemungkinan sanksi atas keterlambatan realisasi impor dan pelanggaran perizinan.