Imbas Kehadiran AI, Puluhan Juta Lapangan Pekerjaan Hilang di Tahun 2025

Foto : Youtube Setpres

Pasardana.id - Kehadiran kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) atau otomasi di berbagai sektor kehidupan, akan memberikan imbas terhadap kemungkinan hilangnya puluhan juta lapangan pekerjaan di tahun 2025.

Kekhawatiran ini diungkap langsung Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam acara peresmian pembukaan Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XXII dan Seminar Nasional 2024, di Jawa Tengah, dikutip dari tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (19/9).

Kepala Negara mengungkap, awalnya hanya ada otomasi mekanik yang merambah ke berbagai sektor kerja, sehingga tenaga manusia masih diperlukan.

Lalu, saat ini, muncul otomasi analytics yang sudah digunakan.

Jokowi mengatakan, hal ini akan menjadi salah satu tantangan ketika dunia dihadapkan pada minimnya lapangan pekerjaan.

Pengembangan pasar kerja bisa terbentur dengan tantangan ini, selain karena pelemahan ekonomi global.

Maka dari itu, menurut Jokowi, Indonesia perlu memikirkan pembukaan lapangan kerja dengan dengan baik. 

"Kalau bapak-ibu bertanya pada saya, fokus ke mana? Kalau saya, sekarang maupun ke depan kita harus fokus kepada pasar kerja. Karena ke depan terlalu sedikit peluang kerja. Untuk sangat banyak tenaga kerja yang membutuhkan," imbuh dia.

"Kita dituntut untuk membuka lapangan pekerjaan. Justru di 2025, 85 juta pekerjaan akan hilang karena tadi, adanya peningkatan otomasi di berbagai sektor," sambung Jokowi.

Meski begitu, Jokowi mengingatkan agar Indonesia tidak terlalu larut dengan situasi global yang ada meskipun tetap harus waspada. 

"Menurut saya, jangan sampai kita terlalu larut dengan situasi global, meskipun kita ikuti. Jangan terlalu kita terbawa oleh skenario ekonomi global, meskipun kita juga harus selalu melihat angka-angka dan mengkalkulasi dengan perhitungan-perhitungan yang cermat," ujarnya.

Berdasarkan prediksi Bank Dunia (World Bank) pertumbuhan ekonomi tahun 2024 hanya mencapai 2,6 persen, dan tahun 2025 hanya 2,7 persen.

Angka ini masih jauh dari yang diharapkan banyak negara. Belum lagi, pengetatan kebijakan moneter oleh bank sentral di sejumlah negara demi menekan tingkat inflasi.

Kemudian, hadirnya gigs economy yang membuat perusahaan lebih memilih tenaga kerja serabutan maupun freelancer dibanding pekerja tetap. 

"Artinya apa kalau moneter direm? Artinya industri pasti akan turun produksinya, otomatis perdagangan global juga akan turun kapasitasnya," tukasnya.