ANALIS MARKET (04/11/2024) : Ada Potensi Peningkatan Volatilitas Harga dan Yield SBN Berdenominasi Rupiah

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id - Riset harian fixed income BNI Sekuritas menyebutkan, harga Surat Utang Negara (SUN) mengalami pelemahan pada sesi perdagangan terakhir di pekan lalu. 

Berdasarkan data dari PHEI, yield SUN Benchmark 5-tahun (FR0101) naik sebesar 2 basis poin menjadi 6,68%, dan yield SUN Benchmark 10-tahun (FR0100) naik sebesar 2 basis poin ke level 6,77%. 

Data Bloomberg menunjukkan yield curve SUN 10-tahun (GIDN10YR) turun sebesar 4 basis poin ke level 6,78%. 

Sedangkan volume transaksi SBN secara outright traded tercatat sebesar Rp10,3 triliun kemarin, lebih rendah dari volume transaksi di hari sebelumnya yang tercatat sebesar Rp24,8 triliun. 

FR0103 dan FR0100 menjadi dua seri teraktif di pasar sekunder, dengan volume transaksi masing - masing sebesar Rp2,1 triliun dan Rp1,3 triliun. 

Sementara itu, volume transaksi obligasi korporasi secara outright tercatat sebesar Rp471,4 miliar.

Di sisi lain, Laporan Perkembangan Indikator Stabilitas Nilai Rupiah oleh Bank Indonesia (BI) menunjukkan jual neto oleh investor asing sebesar Rp4,86 triliun berdasarkan data transaksi tanggal 28 - 31 Oktober 2024.

Jual neto tersebut terdiri dari jual neto sebesar Rp3,95 triliun di pasar SBN, jual neto sebesar Rp2,53 triliun di pasar saham, dan beli neto sebesar Rp1,63 triliun di pasar Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). 

Laporan tersebut juga menunjukkan berdasarkan data setelmen year-to-date per 31 Oktober 2024, nonresiden telah mencatatkan beli neto Rp43,51 triliun di pasar SBN, beli neto Rp39,91 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp200,00 triliun di SRBI.

Selain itu, data Bloomberg menunjukkan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS melemah 0,22%, bergerak dari level Rp15.698/US$ di hari Kamis menjadi Rp15.732/US$.

Dari eksternal, US Bureau of Labor Statistics (BLS) melaporkan bahwa pada bulan Oktober 2024 Non-Farm Payroll (NFP) tidak banyak berubah, hanya meningkat sebesar 12 ribu. 

Angka NFP tersebut lebih rendah dibandingkan nilainya pada bulan September lalu yang direvisi ke bawah menjadi 223 ribu. 

BLS memberikan catatan terkait angka NFP tersebut bahwa kemungkinan besar data employment di beberapa industry terdampak dari Hurricane Helene dan Milton. 

Sementara itu, unemployment rate masih bertahan di 4,1%.

Per posisi Jumat, indikator global menunjukkan sentimen yang cenderung negatif bagi pasar obligasi, tergambar dari peningkatan yield US Treasury (UST) dan level Credit Default Swap (CDS) Indonesia. 

Yield curve UST 5-tahun meningkat sebesar 7bp menjadi 4,22%, dan yield curve UST 10-tahun meningkat sebesar 9bp menjadi 4,37%.

Sementara itu, CDS 5-tahun Indonesia meningkat sebesar 2bp menjadi 72bp. 

Secara week-over-week, yield curve UST 10-tahun telah meningkat sebesar 12bp, CDS 5-tahun Indonesia meningkat sebesar 3bp, dan Rupiah melemah sebesar 0,54%. 

Relatif sejalan dengan indikator-indikator tersebut, yield curve SUN 10-tahun (GIDN10YR) mencatatkan peningkatan mingguan sebesar 4bp.

Para market participants menanti hasil US Election dan FOMC Meeting yang akan dilaksanakan minggu ini.

“Dengan mempertimbangkan kondisi pasar yang didiskusikan di atas, BNI Sekuritas melihat adanya potensi peningkatan volatilitas harga dan yield instrumen SBN berdenominasi Rupiah. Untuk periode 4 - 8 November 2024, kami memperkirakan yield curve SUN 10-tahun akan berada di kisaran 6,68-6,96%. Berdasarkan valuasi yield curve, kami memperkirakan bahwa obligasi berikut akan menarik bagi para investor: FR0086, FR0071, FR0087, FR0091, FR0080, FR0072, FR0075, FR0098,” sebut Head of Fixed Income Research BNI Sekuritas, Amir Dalimunthe dalam riset Senin (04/11).