Ombudsman Minta Pemerintah Gerak Cepat Selamatkan Sritex
Pasardana.id - Ombudsman RI meminta pemerintah untuk segera mempercepat upaya penyelamatan PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex (IDX: SRIL), demi mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap para karyawan.
"Kami mendorong pemerintah untuk melakukan berbagai upaya percepatan dalam penyelesaian permasalahan ini untuk mencegah terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran di Sritex," ujar Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, dalam keterangannya, Rabu, (13/11).
Menurut dia, status pailit Sritex telah berdampak langsung pada pemblokiran oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai, sehingga tidak ada transaksi barang masuk maupun keluar.
Di sisi lain, Yeka menyebut, pailitnya Sritex mengisyaratkan adanya potensi mal-administrasi dalam pelayanan publik.
Alasannya, prosedur putusan pailit yang dinilai tidak mempertimbangkan segala aspek dan asas kepentingan umum.
Oleh sebab itu, Ombudsman juga mendesak adanya peninjauan atas kebijakan dan Undang-Undang (UU) Kepailitan, yang dinilai berpotensi menimbulkan mal-administrasi di masa depan.
Ombudsman secara khusus meminta kepada Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk mengambil langkah kebijakan yang lebih ketat guna meningkatkan daya saing produk dalam negeri, serta menanggulangi maraknya impor ilegal.
Menurut Yeka, fenomena itu tak hanya mengancam pelaku industri lokal, tapi juga mengganggu ekosistem perdagangan secara keseluruhan di tingkat global.
"Upaya ini diharapkan dapat mendorong pelaku usaha dalam negeri untuk berkembang, serta membatasi masuknya produk impor yang dapat merusak daya saing produk lokal, terutama pada sektor tekstil dalam negeri yang rentan terhadap serbuan produk impor murah dari luar negeri," tandasnya.
Seperti diketahui, status pailit Sritex ini telah berdampak pada keputusan merumahkan sementara sebanyak 2.500 karyawan.
Jumlah ini akan terus bertambah jika izin usaha tidak segera diberikan sebagai hasil dari proses kasasi yang sedang berjalan di Mahkamah Agung (MA).
Selain itu, disebutkan bahwa ketersediaan bahan baku produksi yang tersisa diperkirakan bakal habis dalam tiga minggu ke depan.
Dampaknya, berpotensi menimbulkan PHK besar-besaran. Mengingat, sudah tidak ada lagi yang dikerjakan karyawan.