Kemnaker Kaji Kebijakan 'No Work No Pay' Usulan Pengusaha
Pasardana.id - Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tengah mengkaji usulan pengusaha mengenai sistem No Work No Pay.
Sistem tersebut masih perlu untuk dipertimbangkan, karena melibatkan banyak pihak pengusaha dan buruh atau pekerja.
"Kita sedang melakukan penggodokan, kita juga sedang pertimbangkan semuanya, karena kalau bicara masalah terkait kebijakan ketenagakerjaan itu kan dari dua sisi, harus kita perhatikan, baik dari sisi pekerja maupun sisi pengusaha, kita akan carikan solusi yang terbaik," ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Anwar Sanusi di Jakarta, Kamis, (10/11) kemarin.
Kata Anwar, Kemnaker menekankan adanya dialog sosial bipartit dan pihaknya juga siap untuk mendampingi semua pihak dalam mencari kebijakan yang baik.
"Apapun lah, mudah-mudahan kita bisa, tentunya mengantisipasi apapun dengan kebijakan yang sebaik-baiknya," ucapnya.
Dia pun melanjutkan, untuk ke depannya, Kemnaker akan terus mempertimbangkan dari berbagai aspek dan juga dari sisi yang lainnya.
"Kita sendiri kan juga baru menerima, artinya kita akan mempelajari, artinya usulan itu kita akan mempertimbangkan banyak aspek. Tadi saya katakana, ini kan usulan satu sisi, kita kan juga harus mempertimbangkan sisi yang lain. Pokoknya gini, apapun kebijakan itu, prinsipnya kita mencari solusi terbaik dari segala pilihan yang ada," bebernya.
Sementara itu, Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja, Dita Indah Sari mengatakan, kebijakan No Work No Pay itu sebenarnya tergantung pada kesepakatan atau perjanjian antara perusahaan dan pekerja atau buruh itu sendiri
"Ya itu bicarakan dengan teman-teman serikat pekerja. Pokoknya kalau serikat atau perwakilan pekerja di perusahaan itu setuju, kita setuju. Kuncinya tuh di situ," ujarnya.
Jika ingin ada aturan No Work No Pay, kata Dita, maka perlu ada perjanjian bersama antara perusahaan dan pekerja.
Kedua pihak harus membuat kontrak kerja baru, walaupun, ia belum memastikan apakah aturan tersebut bakal didukung dengan adanya Permenaker.
"Enggak, sejauh ini belum. Pada prinsipnya, Pertama, waktunya harus terbatas. Jadi, No Work No Pay ini jangan sampai 2024 dong, harus jelas kapan. Misalnya, bikin kesepakatan dengan buruh, ya sudah No Work No Pay, buruhnya setuju misal enam bulan kah atau delapan bulan," jelasnya.
Yang kedua, Dita menjelaskan, aturan ini tidak dapat berlaku di semua sektor.
Ia menjelaskan, masih ada beberapa sektor yang tumbuh positif, seperti kelapa sawit hingga tambang.
"No Work No Pay itu (untuk) yang ordernya kurang-kurang itu lah, garmen, tekstil, itu wajar. Nanti tambang, nikel, timah, ikut-ikutan. Makanya itu jangan, buruhnya juga harus kritis dong. Jangan disamakan sawit sama sepatu," tandasnya.