Tahun 2022, Kemenperin Targetkan Substitusi Impor Bisa Capai 35 Persen

Pasardana.id - Kementerian Perindustrian menargetkan program substitusi impor bisa mencapai 35 persen dalam waktu dua tahun mendatang, sehingga bisa mengurangi ketergantungan terhadap barang modal dan bahan baku dari luar negeri.
"Kami sedang dalam proses merumuskan road map untuk program substitusi impor, sehingga nanti output dan outcome-nya adalah substitusi impor yang didorong dapat mencapai 35 persen pada 2022,” kata Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita dalam webinar di Jakarta, Selasa (4/8/2020).
Selanjutnya, guna mencapai target substitusi impor 35 persen tersebut, Kemenperin juga melakukan langkah peningkatan utilisasi produksi seluruh sektor industri pengolahan, dengan target peningkatan secara bertahap pada 2020, 2021 dan 2022 masing-masing sebesar 60 persen, 75 persen dan 85 persen.
Agus menuturkan utilisasi sektor industri sebelum terjadinya Covid-19 mencapai 75 persen. Saat ini, dengan adanya tekanan akibat pandemi, utilisasi turun drastis hingga 40 persen.
Dia mengklaim berkat berbagai upaya dilakukan untuk mengurangi dampak Covid-19 terhadap industri, saat ini rata-rata utilisasi sektor industri manufaktur perlahan mulai bangkit ke titik 50 persen.
Agus juga mengemukakan dalam program substitusi impor tersebut setidaknya ada tujuh sektor utama yang menjadi fokus pihaknya. Ketujuh sektor itu antara lain elektronik, farmasi, automotif, kimia, makanan dan minuman, tekstil dan busana, serta alat kesehatan.
Untuk bidang teknologi, Agus menyebut akan menyelaraskan program 'Making Indonesia 4.0' yang sudah diluncurkan sejak 2018 lalu dengan operasional sejumlah industri. Langkah itu diharapkan mampu menguatkan daya saing industri dalam negeri.
"Kita juga akan menyelaraskan Making Indonesia 4.0 yang sudah diluncurkan dari 2018. Kami percaya dengan menerapkan teknologi digital pasti bisa membantu industri dalam kegiatan operasionalnya dan daya saing yang kuat,” ujar Agus.
Operasional sektor industri dalam pendekatan teknologi, lanjut Agus, Indonesia ditargetkan bisa menjadi sepuluh negara dengan ekonomi terbesar dunia di tahun 2030 mendatang.
Bahkan, pihaknya berharap langkah ini dapat meningkatkan produktivitas terhadap biaya hingga dua kali lipat serta mendorong 2 persen pengeluaran Research and Development (R&D) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dalam negeri.
Sebelumnya, Kemenperin juga berupaya agar industri farmasi dan alat-alat kesehatan menjadi sektor industri yang mandiri pada 2022. Dengan begitu, impor alat-alat kesehatan dan bahan baku farmasi ditiadakan. Bahkan, Agus bilang upaya pemerintah tersebut sebagai langkah antisipasi untuk mencegah penyebaran virus baru di tahun-tahun mendatang.
"Menurut pandangan kami, yang menjadi kekhawatiran adalah jangan-jangan diwaktu yang tidak terlalu lama setelah vaksin ditemukan akan muncul virus baru," katanya.
Agus menyebutkan, upaya mendorong industri farmasi dalam negeri menjadi industri mandiri dan tidak tergantung pada impor bahan baku akan terus dilakukan pemerintah. Ini hingga dapat direalisasikan pada 2022 mendatang.
Dalam konteks ini, menurutnya, ada dua hal yang menjadi kepentingan pemerintah di sektor industrial. Pertama, berdikari di sektor farmasi, dalam hal ini adalah Indonesia akan memproduksi obat-obatan secara mandiri. Kedua, produksi alat-alat kesehatan.
"Kita akan menjadikan Indonesia sebagai negara yang mampu memproduksi kebutuhan alat kesehatan dan obat-obatan," ujarnya.