Akuntan Publik Belum Temukan Bukti AISA Catat Laba Rp1,1 Triliun

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id - Akuntan Publik (AP) menyematkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) terhadap laporan keuangan tahun 2019, PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA).

Pasalnya, auditor menemukan beberapa hal yang tidak dapat diyakini sebagai bukti audit yang cukup dan tepat atas beberapa akun.

Salah satu akun yang diragukan tersebut justru pada penghasilan lain-lain sebesar Rp990,09 miiliar yang dicatatkan sebagai pembalikan penurunan nilai piutang.

Tjun Tjun, Akuntan Publik (AP) dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Amir Abadi Yusuf, Aryanto, Mawar dan Rekan dalam catatan laporan audit-nya menekankan, hal yang tidak dapat diyakini tersebut adalah tidak diperolehnya bukti audit yang cukup dan tepat atas saldo dan perubahan akun piutang lain-lain non usaha yang disajikan pada pos lain-lain yang pada tanggal 31 Desember 2019 dicatat sebesar Rp326, 663 miliar. Padahal, saldo di akhir tahun 2018, tercatat sebesar Rp1,808 triliun.

Selain itu, Saldo dan transaksi akun liabilitas keuangan jangka pendek lainnya yang disajikan pada pos lain-lain yang pada tanggal 31 Desember 2019 dicatat sebesar Rp30, 640 miliar. Sedangkan saldo tersebut pada akhir tahun 2010, tercatat sebesar Rp1,003 triliun.

Dalam laporan audit, jelas Tjun Tjun, manajemen AISA telah mengungkapkan bahwa penyajian berlebih sebesar Rp990,09 miliar disebabkan karena terdapat transaksi sebesar Rp485,9 miliar oleh pihak yang sama sebagai piutang PT Dunia Pangan.

Karena memberi dampak atas kelebihan penyajian itu, maka perseroan mencatatkan keuntungan dari pembalikan cadangan penurunan nilai piutang lain-lain sebesar Rp990,09 miliar.

“Manajemen AISA sedang mengumpulkan bukti transaksi yang mendasari saldo-saldo tersebut, Sehingga kami tidak memperoleh bukti audit,” tulis Tjun Tjun dalam laporan keuangan audit AISA tahun buku 2019.

Akuntan publik tersebut juga memberi catatan atas kelangsungan usaha emiten makanan tersebut. Jelasnya, berupa kondisi keuangan yang defisit sebesar Rp4,45 triliun dan defiensi modal sebesar Rp1,657 triliun.

“Pada akhir tahun 2019, perseroan (AISA) mencatatkan utang bank, utang sewa pembiayaan, sukuk ijarah dan utang obligasi dengan nilai total Rp2,3 triliun. Kondisi ini mengindikasikan adanya ketidakpastian material yang dapat menyebabkan keraguan signifikan atas kemampuan dalam mempertahankan kelangsungan usaha,” tulis Tjun Tjun.