Program Kartu Pra Kerja Tuai Protes, Begini Kata Menaker

Pasardana.id - Pemerintah Indonesia telah membuka pendaftaran kartu pra kerja bagi masyarakat yang menjadi korban PHK ataupun yang masih pengangguran akibat pandemi virus corona (COVID-19) di Indonesia.
Namun, proses penerimaan kartu pra kerja ini menuai pro kontra.
Terkait hal tersebut, Menteri Ketenagekerjaan (Menaker), Ida Fauziyah akhirnya buka suara. Politikus PKB itu mengatakan, kartu prakerja hanya salah satu dari beberapa program bantuan sosial pemerintah.
Program ini berfungsi sebagai jaring pengaman sosial (JPS) bagi pekerja yang dirumahkan atau terkena PHK.
Ida mengatakan, fungsi kartu prakerja juga sedikit digeser menjadi bantuan tunai meski pelatihan harus tetap ada. Pasalnya, tujuan awal kartu prakerja untuk meningkatkan keahlian yang dibutuhkan oleh industri.
"Kalau pelatihannya itu secara online, saya kira teman-teman yang sudah dirumahkan, karena di-PHK, mereka juga butuh kesibukan baru tidak hanya dengan menerima bantuan langsung tadi, meningkatkan kompetensi dirinya, ada banyak waktu yang tersedia selama mereka tidak bekerja," katanya, Minggu (19/4/2020).
Lebih lanjut Ida mengatakan, optimalisasi program kartu Pra Kerja saat ini terus diperluas. Perluasan ini dikhususkan pada social safety net (jaring pengaman sosial) untuk kelompok rentan COVID-19 yakni masyarakat kelas menengah bawah.
"Jadi program yang sifatnya benar-benar social safety net itu ada. Untuk kelompok rentan COVID-19 ini, 40 persen orang miskin terbawah ini tetap mendapatkan treatment bahkan diperluas," lanjutnya.
Dirinya juga mengakui, ada pergeseran karena fokus awal kartu prakerja untuk angkatan kerja muda yang mencari kerja. Mereka yang terkena PHK tetap diberikan ruang meski tak sebesar angkatan kerja muda yang menganggur.
"Ada refocusing target yang berbeda, kalau dulu kita arahkan untuk memberi pelatihan dan peningkatan kompetensi mereka yang mencari kerja atau pengangguran itu lebih besar di arahkan ke sana, memang ada space untuk mereka yang di-PHK, mereka yang bekerja membutuhkan up-skilling atau re-skilling itu ada, tapi fokusnya itu kepada mereka yang sedang mencari pekerjaan," ucapnya.
Pergeseran tersebut, kata dia, juga terjadi pada konsep yang lebih banyak untuk bantuan tunai di tengah COVID-19. Hal ini terlihat dari kenaikan anggaran dua kali lipat.
"Sekarang anggarannya dilipatgandakan dari Rp10 triliun menjadi Rp20 triliun, dari 2 juta menjadi 5,6 juta peserta," tandasnya.