Imbas Perang Dagang, Bank Dunia Sebut Laju Ekonomi Indonesia Bisa Melambat
Pasardana.id - Perang Dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China tak kunjung usai. Hal tersebut tentu saja akan berimbas terhadap laju pergerakan ekonomi global, termasuk Indonesia.
World Bank (Bank Dunia) menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia berpotensi melambat karena perang dagang tersebut.
Pasalnya, perang dagang membuat ekonomi global dipenuhi ketidakpastian.
Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, Rodrigo A Chaves bilang ketidakpastian itu membuat ekonomi dunia melambat.
Pernyataan itu sejalan dengan fakta beberapa lembaga keuangan internasional telah merevisi pertumbuhan ekonomi dunia mulai tahun ini.
Bank Dunia diketahui memangkas proyeksinya hingga 0,3 persen dari 2,9 persen menjadi 2,6 persen dalam laporan Global Economic Prospects edisi Juni 2019.
Sedangkan, Dana Moneter Internasional (IMF) menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun ini, yaitu dari 3,3 persen menjadi 3,2 persen. Kondisi tersebut juga berpotensi terjadi kepada Indonesia.
Rodrigo mengatakan, sebagai negara pengekspor komoditas, kondisi ekonomi global bisa memberi efek terhadap perekonomian Indonesia.
"Dampaknya dari pelemahan ekonomi dunia karena perang dagang ini, jelas perekonomian Indonesia juga melemah. Jika ekonomi dunia melemah, Indonesia juga akan melemah. Karena Indonesia adalah pengekspor komoditas, ini menjadi sebuah tantangan," kata Rodrigo usai menghadiri pertemuan dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, di Jakarta, Selasa (27/8/2019).
Ia menambahkan Indonesia menghadapi tantangan lantaran ekspor utamanya adalah komoditas.
Di sisi lain, harga beberapa komoditas ikut turun akibat perang dagang, misalnya minyak kelapa sawit (CPO).
"Ekonomi global tampak rumit, karena perang dagang dua negara mengakibatkan perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia. Berinvestasi jadi tidak memungkinkan, hal ini akan meresahkan seluruh pihak," imbuh dia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengaku turunnya harga komoditas mempengaruhi ekspor Indonesia.
Akibatnya, penerimaan perpajakan perpajakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) baru mencapai Rp810,7 triliun per 31 Juli 2019.
Realisasi ini baru setara 45,4 persen dari target tahun ini, yakni sebesar Rp1.786,4 triliun.
Tak hanya seret, pertumbuhan penerimaan perpajakan juga terbilang melambat, yaitu hanya tumbuh 3,9 persen. Sebab, pada periode yang sama pada tahun lalu, pertumbuhannya mencapai 14,6 persen.
"Semua sektor yang berbasis komoditas dan manufaktur yang berorientasi ekspor terkena tekanan. Ini terlihat dari kinerja ekspor yang turun," tandas Sri Mulyani, Senin (26/8/2019).