Sri Mulyani Ungkap Ada Tujuh BUMN Yang Merugi

Foto : istimewa

Pasardana.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui ada tujuh BUMN yang masih mengalami kerugian pada 2018.

Karena menurutnya, alokasi alokasi Penyertaan Modal Negara (PMN) yang diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selama periode 2015-2018 belum berjalan optimal. 

Hal itu dikatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR RI Senin (2/12/2019).
Sri Muyani merincikan secara tren kinerja keuangan BUMN penerima PMN sejak 2015 dan 2016 masing-masing mengalami pencapaian sama.

Pada saat itu, dari beberapa BUMN yang disuntik modal pemerintah masing-masing sebanyak 33 perusahaan BUMN mengalami keuntungan dan delapan mengalami kerugian. 

"Pada 2017 kemudian tren kerugian BUMN mengalami penurunan dengan banyaknya Perseroan yang mengalami keuntungan. Adapun pada periode itu, hanya tiga BUMN yang merugi, sementara 38 BUMN tercatat hasil positif," kata Menkeu Sri Mulyani.

Namun pada 2018, Bendahara Negara itu menyayangkan lantaran BUMN yang mengalami kerugian kembali naik sebanyak tujuh perusahaan. Sedangkan yang mengalami keuntungan sebanyak 34 Perseroan.

Sementara Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Hatari mengkritisi alokasi Penyertaan Modal Negara (PMN) yang diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selama periode 2015-2018 yang mengalami kerugian.

"Apalagi terdapat beberapa BUMN yang mengalami kerugian," ujarnya.

Kerugian pada tujuh PT Dok Kodja Bahari, PT Sang Hyang Seri, PT Power Solution Indonesia, PT Dirgantara Indonesia, PT Pertani, Perum Bulog, dan PT Krakatau Steel.

Sri Mulyani menyampaikan, kerugian terjadi pada tujuh BUMN itu juga bukan tanpa sebab. Misalnya saja, untuk PT Krakatau Steel beban keuangan selama kontruksi menjadi salah satu utama Perseroan itu mengalami kerugian. 

Kemudian untuk, Perum Bulog sendiri terdapat kelebihan pendapatan atas penyaluran rasta sehingga Bulog harus melalukan pembenahan koreksi pendapatan di 2018.

Selain itu, kerugian yang disebabkan oleh PT Dirgantara Indonesia yakni akibat adanya pembatalan kontrak dan order tidak mencapai target.