Terbentur Peraturan Hukum, Penerapan Voting Elektronik Ditunda Hingga 2019

foto : istimewa

Pasardana.id - PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) tengah mengembangkan pengambilan keputusan dalam rapat umum pemegang saham tahunan dan atau luar biasa (RUPSLB) melalui media elektronik atau e-voting. Tetapi karena peraturan perundang-undangan masih mensyaratkan kehadiran fisik maka rencana itu akan ditunda hingga 2019.

Direktur Utama KSEI, Friderica Widyasari mengatakan, pihaknya tengah melakukan kajian terkait dengan kekuatan hukum pelaksanaan e-voting, sebab beberapa undang-undang berlaku masih mewajibkan kehadiran fisik pemegang saham.

“Misalnya undang-undang perseroan terbatas yang mengharuskan tatap muka dalam RUPS/LB," ujar Friderica, di Jakarta, Kamis (28/9/2017).

Rincinya, e-proxy dan e-voting platform yang akan dikembangkan tidak menggantikan proses RUPS yang ada saat ini. Sebagaimana diatur dalam pasal 77 Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, platform ini dapat dijadikan sebagai salah satu pilihan bagi Pemegang Saham dalam menggunakan hak suaranya dalam RUPS. 

Lebih lanjut, Ia mengaku, jika menunggu perubahan perundang-undangan akan membutuhkan waktu lama. Sehingga pihaknya terlebih dahulu mencari cara lain. Hal itu dilakukan dengan pengembangan aplikasi e-proxy platform, dimana investor dapat menggunakan media elektronik untuk pemberian kuasa kepada pihak ketiga.

“Pengembangan e-proxy diharapkan telah selesai pada tahun 2018 dan tahun depannya e-voting," terang dia.

Ia juga menjelaskan, e-proxy (electronic proxy) dan e-voting (electronic voting) platform merupakan aplikasi yang dapat mengakomodir kebutuhan dan memberikan kemudahan kepada investor untuk berpartisipasi dalam kegiatan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tanpa perlu hadir secara fisik, yang penerapannya disesuaikan dengan koridor hukum yang berlaku di Indonesia.

Friderica menambahkan, platform ini penting mengingat akan dapat memberikan kemudahan dan menjadi solusi bagi investor yang harus menghadiri RUPS di waktu yang bersamaan namun di lokasi yang berbeda.

Dengan jumlah Emiten yang telah mencapai lebih dari 500 perusahaan maka memungkinkan terjadinya lebih dari satu penyelenggaraan RUPS di hari yang sama dalam setahun.

“Hal ini juga ditunjang dengan data bahwa lebih dari 35% investor memegang lebih dari satu Efek," terang Friderica. 

Adapun dalam pengembangan proyek ini, untuk tahap pertama KSEI dan MKK akan mengembangkan e-proxy platform yang merupakan sarana elektronik untuk memberikan kuasa kehadiran kepada pihak ketiga apabila investor tidak dapat menghadiri RUPS. Saat ini, investor harus memberikan surat kuasa yang dilengkapi materai dan tanda tangan basah kepada perwakilan yang ditunjuk untuk hadir pada penyelenggaraan RUPS.  

Sementara e-voting platform, yang merupakan pengembangan jangka panjang dari e-proxy platform, akan dikembangkan pada tahap berikutnya. Hal ini dikarenakan adanya kebutuhan perubahan peraturan setingkat Undang-Undang dalam menerapkan e-voting platform.

Dengan e-voting platform, investor yang namanya tercatat sebagai Pemegang Saham, dapat melakukan beragam aktivitas yang terkait RUPS secara online, antara lain; melakukan pendaftaran untuk menghadiri RUPS tanpa kehadiran fisik, mempelajari materl RUPS dan memberikan hak suara pada saat RUPS secara online. Selain itu, informasi pelaksanaan RUPS secara terperinci dapat dipantau secara online dan live oleh Pemegang Saham melalui tayangan video conference. 

Untuk diketahui, beberapa negara yang telah menerapkan e-voting platform seperti Taiwan, Korea Selatan, Hong Kong, India, Rusia, Turki dan negara Iainnya, telah memperlihatkan adanya peningkatan efisiensi dalam kegiatan operasionalnya.

E-voting platform juga mampu meningkatkan keikutsertaan investor dalam RUPS serta meningkatkan ketertarikan investor asing dalam berinvestasi di pasar modal negara-negara tersebut.