Pengamat : Defisit Transaksi Berjalan Sebesar 1,96% dari PDB Relatif Masih Aman

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan II 2017 mencatat surplus sebesar US$739 juta ditopang oleh surplus transaksi modal dan finansial yang lebih besar dari defisit transaksi berjalan.

Surplus NPI tersebut mendorong peningkatan posisi cadangan devisa dari US$121,8 miliar pada akhir triwulan I 2017 menjadi US$123,1 miliar pada akhir triwulan II 2017.

Menurut Lana Soelistianingsih, Chief Economist and Head of Research PT Samuel Aset Manajemen, NPI pada Q2-2017 yang tercatat surplus US$739 juta tersebut, lebih rendah dibandingkan surplus pada Q2-2016 yang sebesar US$2,1 miliar.

Surplus terjadi karena surplus transaksi finansial yang lebih besar dibandingkan defisit transaksi berjalan.

“Surplus transaksi finansial terutama karena masuknya investasi portofolio," ujar Lana, yang dilansir dari laman resmi Samuel Aset Manajemen, Senin (14/8/2017).

Sementara defisit transaksi berjalan terutama karena meningkatnya kewajiban pembayaran primer termasuk keuntungan, deviden, kupon dari investor asing.

Defisit transaksi berjalan pada triwulan II 2017 tercatat sebesar US$5,0 miliar (1,96% PDB), meningkat dari US$2,4 miliar (0,98% PDB) pada triwulan I 2017, namun masih lebih rendah jika dibandingkan dengan defisit pada triwulan II 2016 sebesar US$5,2 miliar (2,25% PDB).

“Namun demikian defisit transaksi berjalan ini masih relatif aman, sebesar 1,96% dari PDB," jelas Lana.

Adapun Bank Indonesia (BI) menyebutkan, jumlah cadangan devisa tersebut cukup untuk membiayai kebutuhan pembayaran impor dan utang luar negeri pemerintah selama 8,6 bulan dan berada di atas standar kecukupan internasional.

Dalam siaran pers yang dirilis Jumat (11/8) lalu, disebutkan bahwa Bank Indonesia terus mewaspadai perkembangan global, khususnya risiko terkait kebijakan bank sentral AS dan faktor geopolitik, yang dapat memengaruhi kinerja neraca pembayaran secara keseluruhan.

“Bank Indonesia meyakini kinerja NPI akan semakin baik didukung bauran kebijakan moneter dan makroprudensial, serta penguatan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, khususnya dalam mendorong kelanjutan reformasi structural," ungkap keterangan BI.