Pengamat : Program Tax Amnesty Berpotensi Jadi Katalis Pendorong Recovery di Sektor Properti

foto : istimewa

Pasardana.id - Anton Sitorus, Kepala Departemen Riset dan Konsultasi Savills Indonesia memperkirakan, tantangan ekonomi global dan kemungkinan penurunan konsumsi belanja Pemerintah di paruh kedua, tidak akan terlalu berpengaruh terhadap perbaikan di sektor property.

Sebaliknya, jelas Anton, sejumlah kebijakan terkait kemudahan perizinan, kelonggaran pajak dan insentif lainnya serta program tax amnesty yang digulirkan Pemerintahan Jokowi, berpotensi menjadi katalis pendorong recovery di sektor properti.

"Sekarang ini, para investor masih menunggu. Mereka bersikap wait and see sukses atau tidaknya program tax amnesty ini," ujar Anton kepada Pasardana.id, di Jakarta, Rabu (24/8/2016).

Selain itu, jelas Anton, tidak semua investor akan menginvestasikan dananya ke sektor properti yang memiliki imbal hasil lebih lama dibandingkan di pasar modal.

"Meskipun demikian, kita tetap optimis sektor properti akan memasuki era siklus baru pasca tax amnesty," jelasnya.

Asal tahu saja, kinerja emiten properti sepanjang sepanjang semester I-2016 tercatat cukup beragam. Namun rata-rata laba bersih sebelas emiten selama enam bulan pertama ini, masih mengalami penurunan sebesar 14% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Kesebelas emiten tersebut mencatatkan total laba bersih semester I yakni sebesar Rp 3,81 triliun, melorot tipis 14% dibanding dengan semester I tahun lalu yang mencapai Rp 4,45 triliun.

Sebanyak enam emiten tercatat mengalami pertumbuhan kinerja, empat mengalami penurunan dan satu justru mencatatkan kerugian.

Lebih lanjut Anton menjelaskan, kondisi perekonomian global dalam beberapa bulan terakhir menunjukan dinamika yang beragam, seperti terlihat di sejumlah negara utama.

Meskipun ada kenaikan konsumsi dan perbaikan di sector tenaga kerja, ekonomi AS bertumbuh dibawah perkiraan.

Sementara di Eropa, perekonomian melambat dibayangi ketidakpastian pasca Brexit.

China juga mengalami tantangan dalam pertumbuhan ekonominya akibat over capacity di sector swasta dan tingginya utang korporasi.

Sementara di pasar komoditas, harga minyak dunia mulai meningkat meskipun masih rendah dan harga beberapa komoditas ekspor Indonesia seperti CPO, batubara dan timah sedikit membaik.

Walaupun secara umum dampak ekonomi global tidak terlalu signifikan terhadap kondisi perekonomian domestik, kemungkinan penurunan konsumsi belanja pemerintah di paruh kedua membuat Bank Indonesia melakukan sedikit koreksi atas target pertumbuhan PDB tahun ini menjadi antara 4,9 - 5,3%.

"Mungkin baru tahun depan (2017) kelihatan dampaknya di sektor properti," tandas Anton.